Ada Apa Dengan Monyet Sibaganding

Karya Jurnalistik Tambang Emas Martabe 2021

topmetro.news – Hari ini, ratusan monyet harus berjuang keluar dari sarangnya untuk mencari makan di jalanan persisnya di sekitaran Desa Sibaganding Kecamatan Parapat-Simalungun. Monyet-monyet ini ada yang bergelantungan di pepohonan dan berbaris sepanjang trotoar sambil mengulurkan tangannya meminta belas kasihan masyarakat yang melintas di jalanan.

Monyet ini kelaparan, kerab merusak tanaman para penduduk diakibatkan kekurangan makanan. Ironisnya lagi, monyet ini tak perduli akan tanaman penduduk, mulai dari tanaman jagung, pisang, ubi bahkan apa saja bisa disikatnya hanya untuk bertahan hidup.

Tak mengerti akan lingkungan hidup yang dikelola para penduduk sekitar dengan mengandalkan tanaman untuk menambah kebutuhan hidup bagi masyarakat pedesaan.Sungguh tragis dengan kondisi monyet imi.

Adalah Umar Manik seorang warga pencinta monyet dengan penangkarannya memelihara ratusan monyet. Pada 1989 Kawasan Sibatuloting memiliki luas 3.300 hektar dan merupakan kawasan hutan lindung tempat monyet-monyet setiap hari mencari makan dan juga mendapat makan darinya serta dari para pengunjung yang singgah di penangkarannya.

Dia beri nama tempatnya ini “Lokasi Taman Monyet”. Kala itu, kata Umar kepada penulis yang bertandang ke lokasi sekitaran Kawasan Desa Sibaganding, Kamis (30/12/2021), jika pengunjung tiba di rumah pengelola penangkaran monyet selalu tertib waktu itu. Monyet-monyet itu berdiri antri, menantikan pembagian sesuatu dari pengunjung dengan sorat mata mengharap, menantikan pembagian pisang, biji kacang tanah, roti atau makanan apa saja yang dapat disantap.

Mungkin karena sudah terbiasa pada orang-orang yang memberikan makanan maka tingkah laku monyet itu pun lucu sekali. “Ada ratusan ekor monyet yang hidup bersama kami di sini,” kata Umar Manik kepada penulis.

Sambil bercerita Umar mengatakan mungkin dengan banyaknya pengunjung yang merasa takut berhadapan dengan ratusan monyet dan beruk, maka di lokasi itu dibangunlah rumah pelindung atau disebut “kurungan orang”. Rumah ‘kurungan’ itu terbuat dari jeruji besi, berukuran tiga kali dua meter.

Gunanya untuk tempat pengunjung yang takut dengan monyet dan beruk tetapi ingin memberi makanan. Agar merasa aman dan nyaman serta dapat dekat dengan monyet-monyet dan beruk-beruk itu orang tersebut masuk ke rumah tahanan, lalu pintunya dikunci rapat-rapat.

Dengan demikian pengunjung tidak lagi takut dan bisa lebih leluasa dan bebas menyodorkan pisang atau bahan makanan lainnya dari dalam kurungan. Untuk stok makanan monyet ini, Umar menyiapkan kala itu gudang tempat penyimpanan pisang sebagai bahan makanan monyet dan beruk.
Pengunjung dapat membelinya untuk kemudian diberikan kepada monyet-monyet dan beruk-beruk yang ada di situ. Tidak jauh dari gudang penyimpanan pisang adalah rumah tempat tinggal Umar Manik dan keluarganya. Bangunan rumah itu berada di bawah pohon besar sehingga lokasi itu senantiasa teduh dan sejuk.

Dengan dikelolanya penangkaran monyet pada masa itu membuat warga tenang dan senang, sebab tidak merusak ladang masyarakat. Boleh jadi mungkin satwa itu merasa hidupnya diperhatikan dan dilindungi. Menurut Manik, apabila beruk-beruk dan monyet-monyet itu sudah kenyang, maka dengan sendirinya mereka akan pergi ke dalam hutan.

Ada yang unik kata Manik, kalau sudah meniup seruling dari tanduk kerbau yang selalu dibawanya, maka monyet-monyet itu pun akan berbondong-bondong mendatangi Manik. Lengkingan suara dari seruling tanduk kerbau itu bergaung di kawasan Hutan Sibatuloting, seakan menyuruh monyet-monyet itu untuk mendatangi Manik.

Diketahui satwa yang ada di lokasi itu jenis monyet (macacus synomolgas) dengan ciri-ciri kulit dan bulu berwarna abu-abu, kulit muka, telapak tangan dan kaki tidak berbulu serta ekor panjang. Di samping itu ada juga jenis beruk atau disebut kera besar (macacus nemestrinus) dengan ciri-ciri berekor pendek dan kecil. Kesukaan monyet-monyet itu, laiknya monyet-monyet lain, adalah memanjat dan bergantungan.

Dulu, penangkaran Taman Monyet itu sempat menjadi daerah objek wisata di Parapat. Pengunjung dengan bebas bersama monyet dan beruk di alam terbuka tanpa merasa takut. “Satwa-satwa ini bukan milik pribadi saya, tetapi milik masyarakat, milik bersama. Mari kita pelihara dan lestarikan. Sayang kalau mereka sampai punah dan hilang” ujarnya seraya mengimbau semua pihak untuk peduli dengan kehidupan satwa itu.

Diakuinya tidak mudah memelihara ratusan monyet yang hidup bebas di alam yang asri itu, di kawasan hutan lindung yang harus dilestarikan. “Saya tidak akan mau mengemis untuk menghidupi kawanan satwa ini, tetapi terus berjuang untuk dapat melestarikannya dan mengajak siapa saja yang bersedia membantu untuk sekedar memberi makan demi kelangsungannya,” katanya sembari menunjukan wajah penuh bersahabat.

Umar Manik berharap, dengan monyet yang cukup memperihatinkan ini seyogianya pemerintah Provinsi Sumatera Utara maupun Pemerintah Kabupaten Simalungun bisa membantu kelangsuran hidup monyet yang kini populasinya sudah menurun. “Lihatlah monyet ini, mereka juga butuh makan. Jika mereka makan pasti alam lingkungan sekitar tidakakan dirusak,” ujar Umar Manik.

Monyet akan Punah

Menelusuri kehidupan monyet yang butuh makan, beberapa pengelola tempat makanan persisnya di penatapan Sibaganding , C Hutagaol dan Mida Marbun mengatakan kelompok monyet yang lalu lalang di sekitaran lokasi tempat mereka berjualan sudah berkurang jumlahnya. Hampir setiap bulan maupun tahun banyak monyet atau kera mati kelaparan. Kematian monyet ini rata-rata akibat keracunan makanan. Karena jenis makanan yang diberikan pengunjung tidak cocok buat monyet-monyet dan kera disini.

Dulu kata mereka, monyet di penangkaran ini sudah disediakan makanan yang khusus seperti pisang yang lazim biasanya untuk makanan kera. Dulu mereka menjual pisang seharga Rp10.000 untuk satu sisir pisang dan Rp5.000 untuk kacang rebus. Bagi para pengunung tidak perlu takut saat memberikan makanan kepada hewan monyet dan kera sebab hewan tersebut tidak akan menggigit. Cukup mengangkat tangan tinggi dan lempar satu per satu pisang, begitu juga dengan kacang-kacangan hanya dengan melempar ke arah kerumunan monyet.

“Monyet-monyet ini tidak mencuri, karena makanan mereka cukup. Tapi sekarang lihatlah, populasi mereka saat ini sudah hampir punah,” ujar keduanya.

Pemerintah Harus Turun Tangan

Guna mengatasi kelangsungan hidup monyet-monyet yang kelaparan serta turun ke jalananan seyogianya pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Simalungun hendaknya perduli dengan nasib monyet yang sempat menjadi distinasi wisata di Kawasan Danau Toba kedalam Geo Area Porsea Geopark Kaldera Toba.

Artinya, tidak hanya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan tetapi Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengelolaan Otorita Danau Toba juga harus tanggap dengan kondisi kelangsungan hidup monyet yang cukup memprhatinkan.

Dulu dengan andalan “Parapat Monkey Forest” yang menyimpan potensi andalan pariwisata diyakini bisa menjadikan penangkaran monyet ini menjadi wisata atraktif untuk mendulang pendapatan anggaran belanja bagi Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Simalungun.

Dengan tertatanya penangkaran monyet yang berkeliaran hidup di Hutan Lindung dan kini nasibnya ada di pinggiran jalan untuk mengemis hanya untuk bertahan hidup sangat dirasakan miris dan sedih melihat monyet yang kurus akibat kelaparan.

Wisata Kera Harus Dikembangkan

Wakil Gubernur Sumatera Utara, Musa Rajekshah yang pernah turun ke lokasi mengatakan pihaknya akan berjanji mengambil alih “Taman Wisata Kera Sibaganding”, dengan tujuan bisa dikembangkan dan menarik banyak pengunjung lagi. Untuk itu, akan ada bantuan yang diberikan bertujuan menunjang logistik pangan dan infrastruktur lainnya di kawasan wisata ini.

“Kita harusnya lebih memberikan perhatian lagi, karena ini adalah salah satu objek wisata dan keterbatasanya adalah pakan yang tersedia untuk monyet-monyet ini. Nanti kita akan lihat bagaimana peran Pemerintah Provinsi Sumatra Utara bersama Kementerian Kehutanan yang ada di sini untuk bisa memberikan bantuan nantinya,” ujarnya.

Wakil Gubernur yang akrab dipanggul Ijeck yang sengaja bertandang ke taman monyet itu untuk melihat langsung kondisi terkini di lapangan objek wisata yang akhir-akhir ini sudah jarang dikunjungi wisatawan itu. Ijeck takjub melihat kawasan wisata monyet yang berada di hutan lindung Sumut ini.

Sementara itu, Kepala Seksi Program dan Evaluasi Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli, Ali Imron, mengatakan kawasan wisata monyet ini lebih dulu ada ketimbang wisata trekking, camping dan penangkaran gajah Aek Nauli.

Pihak Pemprovsu dan Dinas Pariwisata berencana mengembangkan penangkaran agar para monyet tidak lagi berkeliaran seperti di jalanan mengemis makanan. Bahkan, monyet-monyet ini tidak lagi merusak lingkungan alam sekitar penduduk, dan kelestarian populasi monyet bisa berkembang dengan baik.

Dukungan DPRD Sumut

Sementara menanggapi monyet yang turun ke jalanan ini, DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) sangat mendukung Pengembangan dan Pengelolaan Taman Wisata Monyet Sibaganding secara optimal dan profesional.

Hal tersebut disampaikan oleh anggota DPRD Sumut, Viktor Silaen, saat Komisi B DPRD Sumut pernah mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli di Medan tahun lalu tepatnya, Senin (8/2/2021).

RDP ini juga diikuti juga oleh dua UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) lingkup Provinsi Sumatera Utara lainnya, yaitu Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara dan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL).

“Taman Wisata monyet Sibaganding ini sangat unik. Kalau di tempat lain monyet menjadi hama dan juga liar (nakal) ketika ada pengunjung, tapi di Sibagading ini malah jinak dan bisa dipanggil pakai terompet khusus dari tanduk kerbau. Ini sangat luar biasa bagi pengunjung,” ungkap Viktor.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi B DPRD Sumut, Ahmad Hadian menambahkan bahwa dengan disetujuinya Ranperda Kawasan Hutan oleh DPRD Sumut dan ditetapkannya Danau Toba menjadi tujuan wisata super prioritas oleh Presiden Jokowi, harus memacu semangat dan kreativitas Pemerintah Provinsi Sumut untuk mengembangkan kawasan hutan menjadi kawasan wisata hutan yang terintegrasi.

“Kita meminta ketiga UPT KLHK ini lebih serius dan meningkatkan kerja sama lintas sektoral dengan berbagai pihak, seperti Badan Otorita Danau Toba, Pemprov Sumut dan pemda yang berada di sekitar Danau Toba, juga dengan pihak swasta,” pungkas Ahmad Hadian.

Penulis | Erris Julietta Napitupulu

Related posts

Leave a Comment